1 Juli 2010

Tahlil & Tawasul Untuk Mayat

Sebagai orang yang semenjak kecil hidup dalam lingkungan Nahdlatul Ulama, saya sudah terbiasa mengikuti kegiatan ala NU. Salah satunya adalah kegiatan tahlil yang mana kegiatan ini diselenggarakan sebagai wasilah untuk mendoakan orang yang telah meninggal dunia.

Rangkaian bacaan tahlil ini sangat bagus sekali, sebab yang dibaca adalah kalimah-kalimah thoyibah dan ayat-ayat suci al-Quran. Hanya saja dalam teknis pelaksanaanya biasanya di desa-desa pada hari-hari tertentu. Sebagai contoh: umpamanya ada orang meninggal dunia kemudian dibacakan tahlil sampai tujuh hari terus disusul hari keempat puluh dan terakhir mendak pindho (nglepas) setelah waktu dua tahun.

Yang ingin saya tanyakan:

  1. Apakah hal tersebut memang ada dasar hukumnya dari agama Islam (al Quran-Hadist). Karena ada yang berkomentar bahwa itu adalah merupakan sinkretisme antara ajaran Islam dan non-Islam.
  2. Bagaimanakah hukumnya bertawasul dalam berdoa dengan orang-orang yang telah wafat yang notabenenya mereka kita yakini shalih.

Jawaban:

  1. Dasar hukum yang menerangkan bahwa pahala dari bacaan yang dilakukan oleh keluarga mayit atau orang lain itu dapat sampai kepada si mayit yang dikirimi pahala dari bacaan tersebut adalah banyak sekali. Antara lain hadist yang dikemukakan oleh Dr. Ahmad as-Syarbashi, guru besar pada Universitas al-Azhar, dalam kitabnya, Yas aluunaka fid Diini wal Hayaah juz 1 halaman 442, sebagai berikut:

وَقَدِ اسْتَدَلَّ الفُقَهَاءُ عَلَى هَذَا بِأَنَّ أَحَدَ الصَّحَابَةِ سَأَلَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّم فَقَالَ لَهُ: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّا نَتَصَدَّقُ عَنْ مَوتَانَا وَنُحَجُّ عَنْهُمْ وَنَدعُو لَهُمْ هَلْْ يَصِلُ ذَلِكَ إِلَيْهِمْ؟ قَالَ: نَعَمْ إِنَّهُ لَيَصِلُ إِلَيْهِمْ وَإِنَّهُمْ لَيَفْرَحُوْنَ بِهِ كَمَا يَفْرَحُ اَحَدُكُمء بِالطَّبَقِ إِذَا أُهْدِيَ إِلَيْهِ!

Sungguh para ahli fiqh telah mengambil dalil atas kiriman pahala ibadah itu dapat sampai kepada orang yang sudah meninggal dunia, dengan hadist bahwa sesungguhnya ada salah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw, seraya berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami bersedekah untuk keluarga kami yang sudah mati, kami melakukan haji untuk mereka dan kami berdoa bagi mereka; apakah hal tersebut pahalanya dapat sampai kepada mereka? Rasulullah bersabda: Ya! Sungguh pahala dari ibadah itu benar-benar akan sampai kepada mereka dan sesungguhnya mereka itu benar-benar bergembira dengan kiriman pahala tersebut, sebagaimana salah seorang dari kamu sekalian bergembira dengan hadiah apabila hadiah tersebut dikirimkan kepadanya!

Hanya saja dalam kitab Fatawa al-Kubra juz 2 halaman 7 diterangkan bahwa menempatkan selamatan mayat para hari ke-3 dan seterusnya, hukumnya adalah bid’ah yang makruh. Kecuali jika selamatan tersebut dilakukan dengan memaksakan diri (takalluf) sampai berhutang atau mempergunakan harta warisan anak yatim atau lainnya yang dilarang agama, maka hukumnya haram.

Adapun orang yang memberi komentar bahwa hal tersebut adalah sinkretisme antara ajaran agama Islam dengan non-Islam, maka sebenarnya orang tersebut tidak memahami sistem dakwah yang dilakukkan oleh Rasulullah saw, yang hanya memberikan bimbingan dan pengarahan terhadap kebudayaan dari bangsa-bangsa yang memeluk agama Islam yang bertentangan dengan pokok-pokok ajaran Islam. Sehingga tidak lagi bertentangan dengan pokok-pokok ajaran agama Islam. Sehingga karenanya, maka komentar tersebut tidak perlu diperhatikan.

  1. Hukumnya boleh, sebab mukjizat dari para nabi, karomah dari para wali dan maunah dari para ulama shaleh itu tidak terputus dengan kematian mereka. Dalam kitab Syawahidul Haq, karangan Syeikh Yusuf Ibn Ismail an-Nabhani, cetakan Dinamika Berkah Utama Jakarta, tanpa tahun, halaman 118 disebutkan sebagai berikut:

وَيَجُوزُ التَّوَسُّلُ بِهِمْ إلَى اللهِ تَعَالَى ، وَالإِسْتِغَاثَةُ بِالأنْبِيَاءِ وَالمُرْسَلِيْنَ وَالعُلَمَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ بَعْدَ مَوتِهِمْ لأَنَّ مُعْجِزَةَ الأَنْبِيَاءِ وَكَرَمَاتِ الأَولِيَاءِ لاَتَنْقَطِعُ بِالمَوتِ.

Boleh bertawassul dengan mereka (para nabi dan wali) untuk memohon kepada Allah taala dan boleh meminta pertolongan dengan perantara para Nabi, Rasul, para ulama dan orang-orang yang shalih setelah mereka wafat, karena mukjizat para Nabi dan karomah para wali itu tidaklah terputus sebab kematian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar