1 Juli 2010

Dalil Slamatan Orang Yang Telah meninggal

KESAHIHAN DALIL BUDAYA SELAMETAN ORANG MENINGGAL

|

Ø Pengertian Selamatan atau Haul


Haul berasal dari bahasa arab : berarti telah lewat atau berarti tahun. masyarakat Jawa menyebutnya (khol/selametane wong mati) yaitu : suatu upacara ritual keagamaan untuk memperingati meninggalnya seorang yang ditokohkan dari para wali, ulama’, kyai atau salah satu dari anggota keluarga.


Ø Rangkaian Acara Selametan atau Haul


1.Khotmul Qur’an yaitu membaca al-Qur’an 30 juz (mulai dari juz 1 s/d juz 30).

Imam Nawawi di dalam kitab al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab juz 5 hal 258. menegaskan.

Artinya “Disunnahkan untuk diam sesaat di samping kubur setelah menguburkan mayit untuk mendoakan dan memohonkan ampunan kepadanya”, pendapat ini disetujui oleh Imam Syafi’i dan pengikut-pengikutnya, dan bahkan pengikut Imam Syafi’i mengatakan “sunah dibacakan beberapa ayat al-Qur’an di samping kubur si mayit, dan lebih utama jika sampai menghatamkan al-Qur’an”.


2.Tahlilan


Ibnu Taimiyah menegaskan masalah tahlil dengan keterangannya sebagai berikut :

Artinya : Jika seseorang membaca tahlil sebanyak 70.000 kali, kurang atau lebih dan (pahalanya) dihadiahkan kepada mayit, maka Allah memberikan manfaat dengan semua itu. Fatawa XXIV/323


3.Doa yang dihadiahkan kepada mayit.


Syekh Sayyid Sabiq menjelaskan bahwa ulama’ telah sepakat mengenai doa dan memohonkan ampunan untuk mayit sebagaimana dalil di bawah ini :

Artinya : Do’a dan memohonkan ampun untuk mayit, pendapat ini telah menjadi kesepakatan ulama’, hal ini berdasarkan firman Allah (Dan orang-orang yang datang setelah mereka *muhajirin dan anshar* berdoa : Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dengan iman, dan jangan engkau jadikan hati kami “mempunyai sifat” dengki kepada orang-orang yang beriman, Ya Tuhan kami sesungguhnya Engkau Maha penyantun dan Maha penyayang) QS. AL-HASYR AYAT 10. Dan telah disebutkan sebelumnya sabda Rasul Allah saw. Jika kamu menyalati mayid, maka ikhlaslah dalam berdoa. Dan juga doa Rasulullah saw. Ya Allah ampunilah orang-orang yang hidup dan yang mati kami (umat Nabi). Ulama’ salaf dan kholaf selalu mendoakan orang-orang mati dan mereka memohonkan kepadanya rahmat dan ampunan, tanpa seorang pun mengingkarinya.


4. Pengajian umum


yang kadang dirangkai dengan pembacaan secara singkat sejarah orang yang dihauli, yang mencakup nasab, tanggal lahir dan wafat, jasa-jasa, serta keistimewaan yang patut diteladani.


5. Sedekah ,


diberikan kepada orang-orang yang berpartisipasi pada acara selametan, atau diserahkan langsung ke rumah masing-masing (ater-ater ) Hal ini berdasarkan kepada perintah Nabi yang berbunyi:

Rasulullah saw. bersabda : bersedekahlah kamu sekalian untuk dirimu sendiri dan untuk ahli quburmu walau hanya dengan seteguk air, jika kamu sekalian tidak mampu bersedekah dengan seteguk air maka bersedekahlah dengan satu ayat dari kitab Allah, jika kamu tidak mengetahui/tidak mengerti sesuatu dari kitab Allah, maka berdoalah dengan memohon ampunan dan mengharap rahmat Allah, maka sesungguhnya Allah telah berjanji akan mengabulkan. (Di terangkan dalam kitab Durro an-Nasikhin, halaman 95).

Imam Nawawi menceritakan, bahwa Sedekah (shodaqoh ) itu dapat diambil manfaatnya oleh mayit dan pahalanya pun sampai kepadanya, baik sedekah dari anaknya (keluarga ) maupun selain anak (orang lain ), dan ini sudah menjadi kesepakatan ulama’, karena hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Muslim dan lainnya. Dari Abi hurairah ra. : seorang laki-laki bertanya kepada Nabi saw. : Bapak saya telah meninggal, dia meninggalkan harta dan tidak meninggalkan wasiat. Apakah dapat menebus dosanya jika aku bersedekah sebagai gantinya?. Nabi menjawab : Ya, bisa. Keterangan Dalam kitab Peringatan Haul hal. 23-26.


Ø Dalil Haul


Dalil mengenai haul adalah berdasarkan hadits yang menerangkan bahwa junjungan kita Sayyidina Muhammad saw. Telah melakukan ziarah kubur pada setiap tahun yang kemudian diikuti oleh sahabat Abu Bakar, Umar dan utsman. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dari al-Waqidy.

Artinya: al-Waqidy berkata “Nabi Muhammad saw. berziarah ke makam syuhada’ uhud pada setiap tahun, apabila telah sampai di makam syuhada’ uhud beliau mengeraskan suaranya seraya berdoa : keselamatan bagimu wahai ahli uhud dengan kesabaran-kesabaran yang telah kalian perbuat, inilah sebaik-baik rumah peristirahatan. Kemudian Abu Bakar pun melakukannya pada setiap tahun begitu juga Umar dan Utsman.

Diterangkan dalam kitab Ittihaf al-Sadah al-Muttaqin juz XIV hal.271, kitab Mukhtashor Ibnu Katsir juz 2 hal.279, dan dalam kitab Raddu al-Mukhtar ‘ala al-durri al-Mukhtar juz 1 hal 604.


Ø Hukum Selametan 1-7, 40, 100 hari dan Haul


Mengenahi hukum haul dan selamatan ulama’ berbeda pendapat, tetapi mayoritas ulama’ dari empat madzhab berpendapat bahwa pahala ibadah atau amal shaleh (selametan ) yang dilakukan oleh orang yang masih hidup bisa sampai kepada orang yang sudah mati (mayit). Namun di sini akan kami paparkan seputar khilaf para ulama mengenai hal ini (yang membolehkannya dan yang tidak memperbolehkannya) Adapun berbagai pendapat ulama’ madzhab beserta dalil-dalilnya akan kami terangkan di bawah ini;


A. Pendapat sahih yang memperbolehkan

1. Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah


Syaikhul Islam Taqiyuddin Muhammad ibn Ahmad ibn Abd. Halim (yang lebih populer dengan julukan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dari madzhab hambali) dalam kitab Majmu’ Fatawa : XXIV/314-315, menjelaskan sebagai berikut ini:

Artinya : Adapun sedekah untuk mayit, maka ia bisa mengambil manfaat berdasarkan kesepakatan umat islam, semua itu terkandung dalam beberapa hadits shahih dari Nabi saw, seperti kata sa’at “Ya Rasul Allah, sesungguhnya ibuku wafat, dan aku berpendapat jika ia masih hidup pasti bersedekah, apakah bermanfaat jika aku bersedekah sebagai gantinya ?” maka beliau menjawab “Ya”, begitu juga bermanfaat bagi mayit : haji, qurban, memerdekakan budak, doa dan istighfar kepadanya, yang ini tanpa perselisihan di antara para imam.

Dan lebih spesifik lagi beliau menjelaskan dalam hal sampainya hadiah pahala shalat, puasa dan bacaan al-Qur’an kepada mayit dalam kitab Fatawa : XXIV/322 sebagai berikut ini

Artinya : “jika saja dihadiahkan kepada mayit pahala puasa, pahala shalat atau pahala bacaan (al-qur’an/kalimah thayyibah) maka hukumnya diperbolehkan”.


2.Menurut Imam Nawawi


Al-Imam Abu Zakariya Muhyiddin ibn as-Syaraf, dari madzhab Syafi’i yang terkenal dengan panggilan Imam Nawawi di dalam kitab al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab juz 5 hal 258. menegaskan.

“Disunnahkan untuk diam sesaat di samping kubur setelah menguburkan mayit untuk mendoakan dan memohonkan ampunan kepadanya”, pendapat ini disetujui oleh Imam Syafi’i dan pengikut-pengikutnya, dan bahkan pengikut Imam Syafi’i mengatakan “sunah dibacakan beberapa ayat al-Qur’an di samping kubur si mayat, dan lebih utama jika sampai menghatamkan al-Qur’an”.

Selain paparannya di atas Imam Nawawi juga memberikan penjelasan yang lain seperti tertera di bawah ini

“Dan disunahkan bagi peziarah kubur untuk memberikan salam atas (penghuni ) kubur dan mendoakan kepada mayit yang diziarahi dan kepada semua penghuni kubur, salam dan doa itu akan lebih sempurna dan lebih utama jika menggunakan apa yang sudah dituntunkan/ajarkan dari Nabi Muhammad saw., dan disunahkan pula membaca al-Qur’an semampunya dan diakhiri dengan berdoa untuknya, keterangan ini dinash oleh Imam Syafi’i (dalam kitab al-umm ) dan telah disepakati oleh pengikut-pengikutnya.


3.Menurut Imam Ibnu Qudamah


Al-‘Allamah al-Imam Muwaffiquddin ibn Qudamah dari madzhab Hanbali mengemukakan pendapatnya dan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab karyanya al-Mughny juz 2 hal. 566.

Artinya “al-Imam ibn Qudamah berkata : tidak mengapa membaca (ayat-ayat al-Qur’an atau kalimah tayyibah) di samping kubur, hal ini telah diriwayatkan dari Imam Ahmad ibn Hanbal bahwasannya beliau berkata : jika hendak masuk kuburan/makam, bacalah Ayat Kursi dan Qul Huwa Allahu Akhad sebanyak tiga kali kemudian iringilah dengan doa : Ya Allah keutamaan bacaan tadi aku peruntukkan bagi ahli kubur.


4.Menurut Fuqoha’ Ahlussunnah Wal Jama’ah


Menurut jumhur fuqoha’ ahlussunnah wal jama’ah seperti yang telah diterangkan oleh al-‘Allamah Muhammad al-‘Araby mengutip dari hadits Rasulullah dari sahabat Abu Hurairah ra.

Artinya: Abi Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw bersabda “barang siapa berziarah ke makam/kuburan kemudian membaca al-Fatikhah, Qul Huwa Allah Akhad, dan al-Hakumuttakatsur, kemudian berdoa “sesungguhnya aku hadiahkan pahala apa yang telah kubaca dari firmanmu kepada ahli kubur dari orang mukmin laki-laki dan mukmin perempuan” maka pahala tersebut bisa mensyafaati si mayit di sisi Allah swt”.


B. Pendapat yang tidak Memperbolehkan

1.Pendapat Ulama’ Madzab Syafi’i


Pendapat masyhur dari golongan madzhab Syafi’i bahwa pahala membaca al-Qur’an tidak bisa sampai pada mayit, hal ini diterangkan dalam kitab al-Adzkar hal 150.

Artinya : Ulama’ berbeda pendapat dalam masalah sampainya pahala bacaan al-Qur’an kepada mayit, maka menurut pendapat yang masyhur dari madzhab syafi’i dan golongan ulama’ menyatakan tidak bisa sampai kepada mayit, sedang Imam Ahmad bin Hanbal dan golongan ulama’ dan sebagian dari sahabat Syafi’i menyatakan sampai kepada mayit.

Dan menurut pendapat yang terpilih: hendaknya orang yang membaca al-Qur’an setelah selesai untuk mengiringi bacaannya dengan doa :

اَللََّهُمَّ اَوْصِلْ ثَـوَابَ مَا قَـرأْ تـُهُ اِلَى فُلاَن ٍ

(Ya Allah sampaikanlah pahala bacaan al-Qur’an yang telah aku baca kepada si fulan *mayit*)


2.Menurut pendapat Madzhab Imam Malik


Menurut pendapat ulama’ pengikut madzhab Maliki bahwasanya pahala puasa, shalat sunnah dan bacaan al-Qur’an adalah tidak bisa sampai kepada mayit. Keterangan kitab Majmu’ Fatawa juz XXIV hal.314-315,

Artinya : Adapun puasa, shalat sunnah, membaca al-Qur’an ada dua pendapat :

- Mayit bisa mengambil manfaat dengannya, pendapat ini menurut Imam Ahmad, Abu Hanifah dan sebagian sahabat Syafi’i yang lain

- Tidak sampai kepada mayit, menurut pendapat yang masyhur dalam madzhab Imam Malik dan syafi’i.

Demikianlah beberapa pendapat ulama’ mengenai hukum selametan 1-7/40/100 hari/haul . Meskipun pendapatnya berbeda-beda mereka pun (para ulama’) saling menghargai dan menghormati perbedaan tersebut dan kesemuanya itu masing-masing memiliki tendensi atau dasar sendiri-sendiri.

Oleh karena itu marilah kita selalu berusaha meningkatkan profesionalisme kita, belajar bersikap lebih dewasa, dalam menyikapi setiap perbedaan kita harus saling menghargai dan menghormati, karena suatu perbedaan adalah rahmah bagi kita semuanya kalau kita pandai mengambil hikmah darinya, dalam kitab Hasiyah al-Bujairomi juz 9 hal 71. dijelaskan Perbedaan Ulama’ itu Adalah Rahmat

Dan ingatlah contoh tentang perbedaan pendapat yang langsung diberikan oleh pemilik jagat raya ini, lihat al-Qur’an surah al-Kahfi ayat 60 s/d 82 juz 16 (kisah perbedaan pendapat antara Nabi Musa dengan Nabi khidzir), oleh karena itu marilah kita selalu menjunjung tinggi sikap saling menghargai dan menghormati, dari situlah akan tercipta kehidupan harmoni dan perdamaian yang bersifat abadi. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar